1.
PENGERTIAN BHAVANA
Bhavana
berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan
pembersihannya. Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan
bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek.
Samadhi
yang benar (samma samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat
menghilangkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma
yang baik, sedangkan samadhi yang salah (miccha samadhi) adalah pemusatan
pikiran pada obyek yang dapat menimbulkan kekotoran batin tatkala pikiran
bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak baik. Jika dipergunakan istilah
samadhi, maka yang dimaksud adalah “Samadhi yang benar”.
2. FAEDAH
BHAVANA
Bhavana
atau meditasi yang benar akan memberikan faedah bagi orang bagi orang yang
melaksanakannya. Faedah-faedah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dari
praktek meditasi itu adalah :
- Bagi orang yang selalu sibuk, meditasi akan menolong dia untuk membebaskan diri dari ketegangan dan mendapatkan relaksasi atau pelemasan.
- Bagi orang yang sedang bingung, meditasi akan menolong dia untuk menenangkan diri dari kebingungan dan mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun yang bersifat permanen (tetap).
- Bagi orang yang mempunyai banyak problem atau persoalan yang tidak putus-putusnya, meditasi akan menolong dia untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
- Bagi orang yang kurang percaya diri sendiri, meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan keparcayaan kepada diri sendiri yag sangat dibutuhkannya itu.
- Bagi orang yang mempunyai rasa takut dalam hati atau kebimbangan, meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan pengertian terhadap keadaan atau sifat yang sebenarnya dari hal-hal yang menyebabkannya takut dan selanjutnya dia akan dapat mengatasi rasa takut itu dalam pikirannya.
- Bagi orang yang selalu merasa tidak puas terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya atau dalam kehidupan ini, meditasi akan memberikan dia perubahan dan perkembangan yang menuju pada kepuasan batin.
- Bagi orang yang pikirannya sedang kacau dan berputus asa karena kurangnya pengertian akan sifat kehidupan dan keadaan dunia ini, meditasi akan menolong dia utnuk memberikan pengertian padanya bahwa pikirannya itu kacau untuk hal-hal yang tidak ada gunanya.
- Bagi orang yang ragu-ragu dan tidak begitu tertarik kepada agama, meditasi akan menolong dia untuk mengatasi keragu-raguannya itu dan untuk melihat segi-segi serta nilai-nilai yang praktis dalam bimbingan agama.
- Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, meditasi akan menolong dia untuk menimbulkan dan menguatkan ingatannya serta untuk belajar lebih seksama dan lebih efisien.
- Bagi orang yang kaya, meditasi akan menolong dia untuk dapat melihat sifat dan kegunaan dari kekayaannya itu, bagaimana cara menggunakan harta tersebut untuk kebahagiaan dirinya sendiri dan kebahagiaan orang lain.
- Bagi orang miskin, meditasi akan menolong dia untuk memiliki rasa puas dan ketenangan serta tidak melampiaskan rasa iri hati terhadap orang lain yang lebih mampu daripadanya.
- Bagi seorang pemuda yang sedang berada dalam persimpangan jalan dari kehidupan ini dan dia tidak tahu jalan mana yang akan ditempuhnya, meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan pengertian dalam menempuh salah satu jalan yang akan membawa ke tujuannya.
- Bagi orang yang telah lanjut usia yang telah bosan dengan kehidupan ini, meditasi akan menolong dia ke dalam pengertian yang lebih mendalam mengenai kehidupan ini, dan pengertian tersebut akan memberi dia kelegaan dan kebebasan dari penderitaan serta pahit getirnya kehidupan ini, dan akan menimbulkan kegairahan yang baru bagi dirinya.
- Bagi orang yang mudah marah, meditasi akan menolong dia mengembangkan kekuatan kemauan untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya.
- Bagi orang yang bersifat iri hati, meditasi akan menolong dia untuk mengerti tentang bahayanya sifat iri hati itu.
- Bagi orang yang diperbudak oleh panca inderanya, meditasi akan menolong dia untuk belajar menguasai nafsu-nafsu dan keinginannya itu.
- Bagi orang yang telah ketagihan minuman keras yang memabukkan, meditasi akan menolong dia untuk menyadari dirinya dan melihat cara mengatasi kebiasaan yang berbahaya itu yang telah memperbudak dan mengikat dirinya.
- Bagi orang yang tidak terpelajar atau bodoh, meditasi akan memberikan dia kesempatan untuk mengenal diri dan mengembangkan pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna untuk kesejahteraan diri sendiri dan untuk keluarga serta handai taulannya.
- Bagi orang yang sungguh-sungguh melakukan latihan meditasi yang benar ini, maka nafsu-nafsu dan emosinya tak mempunyai kesempatan untuk memperbodohi dirinya lagi.
- Bagi orang yang bijaksana, meditasi akan membawa dia kepada kesadaran yang lebih tinggi dan pencapaian penerangan sempurna; dia akan dapat melihat segala sesuatu dengan sewajarnya dan tidak akan terseret lagi ke dalam persoalan-persoalan yang remeh.
- Selanjutnya, dalam agama Buddha, meditasi yang benar itu dipergunakan untuk membebaskan diri dari segala penderitaan, untuk mencapai Nibbana.
Demikianlah
beberapa faedah praktis yang dapat dihasilkan dari latihan meditasi.
Faedah-faedah ini merupakan milik yang akan ditemui dalam pikiran sendiri.
Faedah-faedah ini merupakan milik yang akan ditemui dalam pikiran sendiri.
3. CARA
MELAKSANAKAN BHAVANA
Orang yang
baru belajar meditasi sebaiknya mencari tempat yang cocok untuk melakukan
meditasi. Tempat itu adalah tempat yang sunyi dan tenang, bebas dari gangguan
orang-orang di sekitarnya, bebas dari gangguan nyamuk. Untuk tahap permulaan,
hendaknya orang berlatih di tempat yang sama, jangan pindah-pindah tempat. Jika
meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan di mana saja di setiap tempat,
baik di kantor, di pasar, di kebun, di hutan, di goa, dikuburan, maupun di tempat
yang ramai.
Waktu untu
melaksanakannya dapat dipilih sendiri. Biasanya waktu yang baik untuk
bermeditasi adalah pagi hari antara pukul 04.00 sampai pukul 07.00 dan malam
hari antara pukul 17.00 sampai pukul 22.00. Jika waktu untuk bermeditasi telah
ditentukan, maka waktu tersebut hendaknya digunakan khusus untuk bermeditasi.
Meditasi sebaiknya dilakukan setiap hari dengan waktu yang sama secara teratur
atau kontinyu. Bila meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan kapan saja,
pada setiap waktu.
Orang
bebas memilih posisi meditasi. Biasanya posisi meditasi yang baik adalah duduk
bersila di lantai yang beralas, dengan meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri,
dan tangan kanan menumpu tangan kiri di pangkuan. Atau boleh juga dalam posisi
setengah sila, dengan kaki dilipat ke samping. Bahkan kalau tidak memungkinkan,
maka dipersilahkan duduk di kursi. Yang penting adalah bahwa badan dan kepala
harus tegak, tetapi tidak kaku atau tegang. Duduklah seenaknya, jangan
bersandar. Mulut dan mata harus tertutup. Selama meditasi berlangsung hendaknya
diusahakan untuk tidak menggerakkan anggota badan, jika tidak perlu. Namun bila
badan jasmani merasa tidak enak, maka diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh
atau mengubah sikap meditasi. Tetapi, hal ini harus dilakukan perlahan-lahan,
disertai dengan penuh perhatian dan kesadaran. Jika meditasinya telah maju,
maka dapat dilakukan dalam berbagai posisi, baik berdiri, berjalan, maupun
berbaring.
Sebelum
melaksanakan meditasi, sebaiknya diminta petunjuk atau nasehat dari guru
meditasi atau mereka yang telah berpengalaman mengenai meditasi, agar dapat
dicapai sukses dalam bermeditasi.
Pada saat
hendak bermeditasi, sebaiknya dibacakan paritta terlebih dahulu. Selanjutnya,
laksanakanlah meditasi dengan tekun. Pikiran dipusatkan pada obyek yang telah
dipilih. Pada tingkat permulaan, tentunya pikiran akan lari dari obyek. Hal ini
biasa, karena pikiran itu lincah, binal, dan selalu bergerak. Namun, hendaknya
orang yang bermeditasi selalu sadar dan waspada terhadap pikiran. Bila pikiran
itu lari dari obyek, ia sadar bahwa pikiran itu lari, dan cepat mengembalikan
pikiran itu pada obyek semula. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik,
maka kemajuan dalam meditasi pasti akan diperoleh.
Pembagian Bhavana
Bhavana
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
- Samatha Bhavana, berarti pengembangan ketenangan batin.
- Vipassana Bhavana, berarti pengembangan pandangan terang.
Diantara
kedua jenis bhavana ini terdapat perbedaan. Perbedaan itu mencakup:
- Tujuannya Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
Sesungguhnya
pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran
hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan
terang atau Vipassana Bhavana.
Vipassana
Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan
terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat
disadari dan kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang
melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan
sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha
(derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana
dapat menuju ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian
Nibbana.
Sesungguhnya
“dalam kitab suci telah ditulis bahwa hanya dengan pandangan terang inilah kita
dapat menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan lain”.
- Obyeknya Obyek yang dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh kasina, sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamañña, satu aharapatikulasañña, satu catudhatuvavatthana, dan empat arupa. Sebaliknya, obyek yang dipakai dalam Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau empat satipatthana.
- Penghalangnya Dalam melaksanakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang bermeditasi sering mendapat gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima nivarana dan sepuluh palibodha. Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, terdapat pula rintangan-rintangan yang dapat menghambat perkembangan pandangan terang, yang disebut sepuluh vipassanupakilesa.
Samatha Bhavana
1. EMPAT
PULUH MACAM OBYEK MEDITASI
Dalam Samatha Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat perkembangannya. Pemilihan sebaiknya dilakukan dengan bantuan seorang guru.
Dalam Samatha Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat perkembangannya. Pemilihan sebaiknya dilakukan dengan bantuan seorang guru.
Keempat
puluh macam obyek meditasi itu adalah :
- Sepuluh kasina (sepuluh wujud benda), yaitu :
- Pathavi kasina = wujud tanah
- Apo kasina = wujud air
- Teja kasina = wujud api
- Vayo kasina = wujud udara atau angin
- Nila kasina = wujud warna biru
- Pita kasina = wujud warna kuning
- Lohita kasina = wujud warna merah
- Odata kasina = wujud warna putih
- Aloka kasina = wujud cahaya
- Akasa kasina = wujud ruangan terbatas
- Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran), yaitu :
- Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
- Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
- Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
- Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
- Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
- Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
- Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
- Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
- Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
- Atthika = wujud tengkorak
- Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan), yaitu :
- Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
- Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
- Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
- Silanussati = perenungan terhadap sila
- Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
- Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
- Marananussati = perenungan terhadap kematian
- Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
- Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
- Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
- Empat appamañña (empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu :
- Metta = cinta kasih yang universal, tanpa pamrih
- Karuna = belas kasihan
- Mudita = perasaan simpati
- Upekkha = keseimbangan batin
- Satu aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
- Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
- Empat arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu :
- Kasinugaghatimakasapaññatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
- Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
- Natthibhavapaññati = obyek kekosongan
- Akincaññayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
Berikut
penjelasan lebih mendetil tentang masing-masing obyek meditasi diatas :
- Sepuluh kasina (sepuluh wujud
benda)
Dalam kasina tanah, dapat dipakai kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan. Dalam kasina air, dapat dipakai sebuah telaga atau air yang ada di dalam ember. Dalam kasina api, dapat dipakai api yang menyala yang di depannya diletakkan seng yang berlobang. Dalam kasina angin, dapat dipakai angin yang berhembus di pohon-pohon atau badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai benda-benda seperti bulatan dari kertas, kain, papan, atau bunga yang berwarna biru, kuning, merah, atau putih. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela dan lain-lain. Dalam kasina ruangan terbatas, dapat dipakai ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya seperti drum dan lain-lain.
Disini,
mula-mula orang harus memusatkan seluruh perhatiannya pada bulatan yang
berwarna biru misalnya. Selanjutnya, dengan memandang terus pada bulatan itu,
orang harus berjuang agar pikirannya tetap berjaga-jaga, waspada, dan sadar.
Sementara itu, benda-benda di sekeliling bulatan tersebut seolah-olah lenyap,
dan bulatan tersebut kelihatan menjadi makin semu dan akhirnya sebagai bayangan
pikiran saja. Kini, walaupun mata dibuka atau ditutup, orang masih melihat
bulatan biru itu di dalam pikirannya, yang makin lama makin terang seperti
bulatan dari rembulan.
- Sepuluh asubha (sepuluh wujud
kekotoran)
Dalam sepuluh asubha ini, orang melihat atau membayangkan sesosok tubuh yang telah menjadi mayat diturunkan ke dalam lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya, dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya merupakan tengkorak. Selanjutnya, ia menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri, “Badanku ini juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya, tidak dapat dihindari”. Disinilah hendaknya orang memegang dengan teguh di dalam pikirannya obyek yang berharga yang telah timbul, seperti gambar pikiran mengenai mayat yang membengkak dan lain-lain. - Sepuluh anussati (sepuluh macam
perenungan)
Dalam Buddhanussati, direnungkan sembilan sifat Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut adalah maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan.
Dalam
Dhammanussati, direnungkan enam sifat Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu adalah
telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu,
mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para
bijaksana dalam batin masing-masing.
Dalam
Sanghanussati, direnungkan sembilan sifat Ariya-Sangha. Kesembilan sifat
Ariya-Sangha itu adalah telah bertindak dengan baik, telah bertindak lurus,
telah bertindak benar, telah bertindak patut, patut menerima persembahan, patut
menerima tempat bernaung, patut menerima bingkisan, patut menerima
penghormatan, lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.
Dalam
silanussati, direnungkan sila yang telah dilaksanakan, yang tidak patah, yang
tidak ternoda, yang dipuji oleh para bijaksana, dan menuju pemusatan pikiran.
Dalam
caganussati, direnungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan, yang
menyebabkan musnahnya kekikiran.
Dalam
devatanussati, direnungkan makhluk-makhluk agung atau para dewa yang
berbahagia, yang sedang menikmati hasil dari perbuatan baik yang telah
dilakukannya.
Dalam
marananussati, orang harus merenungkan bahwa pada suatu hari, kematian akan
datang menyongsongku dan makhluk lainnya; bahwa badan ini harus dibagi-bagikan
olehku kepada ulat-ulat, kutu, belatung, dan binatang lainnya yang hidup dengan
ini; bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan, di mana, dan melalui
apa orang akan meninggal, serta keadaan yang bagaimana menungguku setelah
kematian.
Dalam
kayagatasati, orang merenungkan 32 bagian anggota tubuh, dari telapak kaki ke
atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang diselubungi kulit dan penuh
kekotoran; bahwa di dalam badan ini terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku,
gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada,
limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah,
darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air
kencing, dan otak.
Dalam
anapanasati, orang merenungkan keluar masuknya napas. Dengan sadar ia menarik
napas, dengan sadar ia mengeluarkan napas.
Dalam
upasamanussati, orang merenungkan Nibbana atau Nirwana yang terbebas dari
kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
- Empat appamañña (empat keadaan
yang tidak terbatas)
Empat appamañña ini sering disebut juga sebagai Brahma-Vihara (kediaman yang luhur). Dalam melaksanakan metta-bhavana, seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena ia tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya sendiri. Setelah itu, cinta kasih dipancarkan kepada orang tua, guru-guru, teman-teman laki-laki dan wanita sekaligus.
Akhirnya,
yang tersulit adalah memancarkan cinta kasih kepada musuh-musuhnya. Dalam hal
ini mungkin timbul perasaan dendam atau sakit hati. Namun, hendaknya diusahakan
untuk mengatasi kebencian itu dengan merenungkan sifat-sifat yang baik dari
musuhnya dan jangan menghiraukan kejelekan-kejelekan yang ada padanya. Perlu
diingat bahwa kebencian hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih.
Dalam
karuna-bhavana, orang memancarkan belas kasihan kepada orang yang sedang
ditimpa kemalangan, diliputi kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan.
Dalam
mudita-bhavana, orang memancarkan perasaan simpati kepada orang yang sedang
bersuka-cita; ia turut berbahagia melihat kebahagiaan orang lain.
Dalam
upekkha-bhavana, orang akan tetap tenang menghadapi suka dan duka, pujian dan
celaan, untung dan rugi.
- Satu aharapatikulasañña (satu
perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Dalam satu aharapatikulasañña, direnungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di dalam perut; direnungkan bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah, dicicipi, semuanya akan berakhir sebagai kotoran (tinja) dan air seni (urine). - Satu catudhatuvavatthana (satu
analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
Dalam satu catudhatuvavatthana, direnungkan bahwa di dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu : - Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat), ialah segala sesuatu yang bersifat keras atau padat. Umpamanya : rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan lain-lain.
- Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair), ialah segala sesuatu yang bersifat berhubungan yang satu dengan yang lain atau melekat. Umpamanya : empedu, lendir, nanah, darah, dan lain-lain.
- Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas), ialah segala sesuatu yang bersifat panas dingin. Umpamanya : setelah selesai makan dan minum, atau bila sedang sakit, badan akan terasa panas dingin.
- Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak), ialah segala sesuatu yang bersifat bergerak. Umpamanya : angin yang ada di dalam perut dan usus, angin yang keluar masuk waktu bernapas, dan lain-lain.
- Empat arupa (empat perenungan
tanpa materi)
Dalam kasinugaghatimakasapaññati, batin yang telah memperoleh gambaran kasina dikembangkan ke dalam perenungan ruangan yang tanpa batas sambil membayangkan, “Ruangan! Ruangan! Tak terbatas ruangan ini!” dan kemudian gambaran kasina dihilangkan. Jadi, pikiran ditujukan kepada ruangan yang tanpa batas, dipusatkan di dalamnya, dan menembus tanpa batas.
Dalam
akasanancayatana-citta, ruangan yang tanpa batas itu ditembus dengan
kesadarannya sambil merenungkan, “Tak terbataslah kesadaran itu”. Ia harus
berulang-ulang memikirkan penembusan ruangan itu dengan sadar, mencurahkan
perhatiannya kepada hal tersebut.
Dalam
natthibhavapaññati, orang harus mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau
kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa
batas itu. Ia terus menerus merenungkan, “Tidak ada apa-apa di sana! Kosonglah
adanya ini”.
Dalam
akincaññayatana-citta, orang merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan
atau kesejahteraan, dan setelah itu ia mengembangkan pencapaian dari sisa
unsur-unsur batin yang penghabisan, yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk
pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu
dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu dilepas, seolah-olah tidak ada
pencerapan lagi
2. LIMA
MACAM NIVARANA DAN SEPULUH MACAM PALIBODHA
Lima macam nivarana
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu menghambat perkembangan pikiran. Nivarana ini ada lima macam, yaitu:
Lima macam nivarana
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu menghambat perkembangan pikiran. Nivarana ini ada lima macam, yaitu:
- Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
- Byapada (kemauan jahat)
- Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
- Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan kekhawatiran)
- Vicikiccha (keragu-raguan)
Untuk
menaklukkan kelima rintangan tersebut, orang harus mengetahui sebab-sebab
timbulnya nivarana dan berusaha menghindari sebab-sebab itu serta melakukan
usaha-usaha yang dapat melenyapkan nivarana itu.
Nafsu-nafsu
keinginan (kamachanda) akan timbul apabila orang berulang-ulang memperhatikan
obyek yang indah, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari
nafsu keinginan, hendaknya orang senantiasa melaksanakan meditasi dengan
memakai obyek yang kotor atau menjijikkan dan berusaha menghindari obyek-obyek
yang bisa merangsang, berusaha untuk menguasai pikiran dan mengendalikan
indriya-indriyanya, senantiasa berbicara tentang kesempurnaan hidup, tentang
kepuasan, kesunyian, kebajikan, kebebasan, bebas dari nafsu-nafsu.
Kemauan
jahat (byapada) akan timbul apabila orang berulang-ulang memperhatikan obyek
yang menyebabkan timbulnya kebencian, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk
menaklukkan kemauan jahat hendaknya orang senantiasa melaksanakan meditasi
cinta kasih, senantiasa ingat bahwa setiap orang adalah pemilik dan pewaris
dari perbuatannya sendiri.
Kemalasan
dan kelelahan (thina-middha) akan timbul apabila orang berulang-ulang
memperhatikan rasa segan, rasa malas, kelelahan, mengantuk sesudah makan, tanpa
disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari kemalasan dan kelelahan,
orang hendaknya senantiasa merenungkan suatu cahaya sampai terserap ke dalam
batin, senantiasa melihat penderitaan di dalam ketidak-kekalan, senantiasa
merenungkan ajaran-ajaran Sang Buddha dan melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kegelisahan
dan kekhawatiran (uddhacca-kukkucca) akan timbul apabila orang berulang-ulang
memperhatikan ketidak-tenteraman pikiran, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk
mengatasi kegelisahan dan kekhawatiran, orang hendaknya senantiasa mempelajari
dan memahami kitab suci Tripitaka, serta berusaha melaksanakan sila dengan
sempurna.
Keragu-raguan
(vicikiccha) akan timbul apabila orang berulang-ulang memperhatikan sesuatu
yang menyebabkan timbulnya keragu-raguan, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk
membebaskan diri dari keragu-raguan, orang hendaknya senantiasa meneguhkan
keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Sepuluh
macam palibodha
Palibodha berarti gangguan dalam meditasi yang menyebabkan batin gelisah dan tidak mampu memusatkan pikiran pada obyek. Palibodha ini ada sepuluh macam, yaitu :
Palibodha berarti gangguan dalam meditasi yang menyebabkan batin gelisah dan tidak mampu memusatkan pikiran pada obyek. Palibodha ini ada sepuluh macam, yaitu :
- Avasa (tempat tinggal)
- Kula (pembantu dan orang yang bertanggung jawab)
- Labha (keuntungan)
- Gana (murid dan teman)
- Kamma (pekerjaan)
- Addhana (perjalanan)
- Ñati (orangtua, keluarga, dan saudara)
- Abadha (penyakit)
- Gantha (pelajaran)
- Iddhi (kekuatan gaib)
Dalam
melaksanakan meditasi, pada umumnya orang yang bermeditasi sering juga mendapat
gangguan yang disebut palibodha. Ia merasa khawatir akan tempat tinggalnya,
terikat dengan rumahnya. Ia merasa khawatir akan pembantunya dan orang yang
bertanggung jawab atas harta bendanya. Ia merasa khawatir akan persoalannya,
apakah meditasi ini akan membawa keuntungan baginya. Ia merasa khawatir akan
murid-murid dan teman-temannya. Ia merasa khawatir akan pekerjaannya yang belum
selesai. Ia merasa khawatir akan perjalanan jauh yang harus ditempuhnya. Ia
merasa khawatir akan orang tuanya, keluarganya, dan saudara-saudaranya. Ia
merasa khawatir akan kemungkinan timbulnya penyakit. Ia merasa khawatir akan
pelajaran yang ditinggalkannya. Ia merasa khawatir akan bermacam-macam kekuatan
magis yang dipertunjukkan, takut akan kemerosotan kekuatan magisnya.
Palibodha
ini harus dibasmi, agar orang dapat memusatkan pikiran dengan baik.
3. ENAM
MACAM CARITA
Carita berarti sifat, perangai, atau perilaku.
Di dalam Abhidhamma, terdapat pembagian sifat-sifat secara umum yang berdasarkan atas keadaan batin manusia, yaitu manusia itu dapat dibagi menjadi enam golongan berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya:
Carita berarti sifat, perangai, atau perilaku.
Di dalam Abhidhamma, terdapat pembagian sifat-sifat secara umum yang berdasarkan atas keadaan batin manusia, yaitu manusia itu dapat dibagi menjadi enam golongan berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya:
- Orang yang keras nafsu lobanya atau Ragacarita
- Orang yang keras kebenciannya atau Dosacarita
- Orang yang bodoh (dungu) atau Mohacarita
- Orang yang tebal keyakinannya atau Saddhacarita
- Orang yang bijaksana (pandai) atau Buddhicarita
- Orang yang suka melamun atau Vitakkacarita
Orang yang
mempunyai ragacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan loba, cenderung ke arah
keindahan dan kecantikan, kagum melihat suatu kebajikan walaupun itu kecil
sekali, mudah melupakan kesalahan orang lain, cerdik, sombong, berambisi besar,
mementingkan diri sendiri. Untuk mereka yang mempunyai ragacarita, maka obyek
yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah sepuluh asubha dan
satu kayagatasati.
Orang yang
mempunyai dosacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan kebencian, cenderung ke
arah panas hati, suka marah, suka jengkel, suka iri hati, tak senang melihat
kesalahan walaupun kecil, tak mau tahu terhadap kebajikan orang lain walaupun
besar, suka bermusuhan, memandang rendah orang lain, suka memerintah dan
mendikte orang lain. Untuk mereka yang mempunyai dosacarita, maka obyek yang
baik diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah empat appamañña dan empat
kasina (nila kasina, pita kasina, lohita kasina, dan odata kasina).
Orang yang
mempunyai mohacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan kebodohan batin,
cenderung ke arah kelemahan batin, suka bingung, suka ragu-ragu, suka khawatir,
menggantungkan diri pada pendapat orang lain, pikiran ruwet, malas,
pendiriannya tidak tetap, kadang-kadang kukuh memegang suatu pandangan. Untuk
mereka yang mempunyai mohacarita, maka obyek yang baik diambil dalam
melaksanakan Samatha Bhavana ialah anapanasati.
Orang yang
mempunyai saddhacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan, cenderung ke
arah rendah hati, dermawan, jujur, suka menemui orang-orang suci, suka
mendengarkan Dhamma, yakin pada sesuatu yang dianggap baik. Untuk mereka yang
mempunyai saddhacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah enam anussati (Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati,
silanussati, caganussati, dan devatanussati).
Orang yang
mempunyai buddhicarita atau ñanacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan
berhati-hati, cenderung ke arah perenungan terhadap Tiga Corak Umum
(Tilakkhana), sering bermeditasi, bersedia mendengarkan omongan orang lain,
mempunyai kawan-kawan yang baik. Untuk mereka yang mempunyai buddhicarita atau
ñanacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana
ialah marananussati, upasamanussati, aharapatikulasañña, dan
catudhatuvavatthana.
Orang yang
mempunyai vitakkavcarita melaksanakan sesuatu berdasarkan tergesa-gesa, cenderung
ke arah kegugupan, kegagalan dalam usaha, suka berteori, pikirannya sering
berkeliaran, tidak suka bekerja untuk kepentingan sosial. Untuk mereka yang
mempunyai vitakkacarita, maka obyek yang cocok untuk melaksanakan Samatha
Bhavana ialah anapanasati.
Penjelasan:
Pathavi kasina, apo kasina, tejo kasina, vayo kasina, aloka kasina, akasa kasina, dan empat arupa dapat dijadikan obyek meditasi oleh semua orang tanpa memperhatikan caritanya.
Pathavi kasina, apo kasina, tejo kasina, vayo kasina, aloka kasina, akasa kasina, dan empat arupa dapat dijadikan obyek meditasi oleh semua orang tanpa memperhatikan caritanya.
4. TIGA
MACAM NIMITTA
Nimitta
berarti suatu pertanda atau gambaran yang ada hubungannya dengan perkembangan
obyek meditasi. Nimitta ini ada tiga macam, yaitu :
- Parikamma-Nimitta (gambaran batin permulaan)
- Uggaha-Nimitta (gambaran batin mencapai)
- Patibhaga-Nimitta (gambaran batin berlawanan)
Mengenai
parikamma-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi, seperti
patung Buddha, mula-mula dilihat dengan mata, kemudian dibayangkan dalam
pikiran. Jadi, parikamma-nimitta merupakan gambaran atau bentuk dari obyek
dalam keadaan yang sebenarnya. Semua obyek (empat puluh macam obyek meditasi)
dapat menghasilkan parikamma-nimitta.
Mengenai
uggaha-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi dilihat dengan
batin, hingga obyek itu melekat dalam pikiran. Jadi, uggaha-nimitta merupakan
gambaran obyek di dalam batin yang sama dengan bentuk obyek yang dipakai,
walaupun mata telah dipejamkan. Untuk mencapai uggaha-nimitta, semua obyek
meditasi dapat dipakai dalam melaksanakan Samatha Bhavana, yaitu keempat puluh
obyek meditasi yang tersebut terdahulu.
Mengenai
patibhaga-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi yang telah
melekat pada pikiran, terpeta dengan nyata, tetap, jernih, jelas, terbebas dari
gangguan, dan gambaran obyek tersebut dapat dibesarkan serta dikecilkan menurut
kemauan. Jadi, patibhaga-nimitta merupakan gambaran pantulan dari obyek yang
dipakai, yang bentuk gambaran itu berubah menjadi sinar terang di dalam
batinnya. Untuk mencapai patibhaga-nimitta, maka obyek yang harus diambil dalam
melaksanakan Samatha Bhavana ialah sepuluh kasina, sepuluh asubha, satu
kayagatasati, dan satu anapanasati.
5. TIGA
MACAM BHAVANA
Dalam
meditasi, terdapat tiga macam tingkat perkembangan batin, yaitu :
- Parikamma-Bhavana (perkembangan batin tingkat pendahuluan)
- Upacara-Bhavana (perkembangan batin tingkat mendekati konsentrasi)
- Appana-Bhavana (perkembangan batin tingkat terkonsentrasi dengan kuat)
Dalam
parikamma-bhavana, pikiran baru akan dipusatkan pada obyek. Semua obyek (empat
puluh macam obyek meditasi) dapat menghasilkan parikamma-bhavana.
Dalam
upacara-bhavana, pikiran telah siap untuk memasuki pemusatannya, dan mulai
timbulnya patibhaga-nimitta. Dalam keadaan ini, nivarana telah dapat diatasi.
Namun konsentrasi pikiran masih belum mantap. Hal ini dapat disamakan dengan
anak kecil yang baru belajar berdiri, namun masih belum mantap, sering jatuh,
tetapi ia terus berusaha. Untuk mencapai upacara-bhavana, obyek yang harus
diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah delapan anussati
(Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, silanussati, caganussati,
devatanussati, marananussati, upasamanussati), satu aharapatikulasanna, dan
satu catudhatuvavatthana.
Dalam
appana-bhavana, pikiran telah dapat tinggal diam dalam jangka waktu yang lama,
menurut yang dikehendakinya, karena konsentrasi yang penuh dan mantap telah
tercapai. Keadaan ini dapat diumpamakan sebagai orang yang telah dewasa yang
telah dapat berdiri dengan kuat, tak jatuh-jatuh lagi. Di samping nivarana
telah dapat diatasi, maka faktor-faktor jhana juga mulai timbul berperanan
(vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata). Obyek-obyek yang dapat dipakai
untuk mencapai appana-bhavana ialah sepuluh kasina, sepuluh asubha, satu
kayagatasati, satu anapanasati, empat appamañña, dan empat arupa.
6.
PENGERTIAN JHANA
Jhana
berarti kesadaran/pikiran yang memusat dan melekat kuat pada obyek
kammatthana/meditasi, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada obyek dengan
kekuatan appana-samadhi (konsentrasi yang mantap, yaitu kesadaran/pikiran
terkonsentrasi pada obyek yang kuat).
Jhana
merupakan keadaan batin yang sudah di luar aktivitas panca indera. Keadaan ini
hanya dapat dicapai dengan usaha yang ulet dan tekun. Dalam keadaan ini,
aktivitas panca indera berhenti, tidak muncul kesan-kesan penglihatan maupun
pendengaran, pun tidak muncul perasaan badan jasmani. Walaupun kesan-kesan dari
luar telah berhenti, batin masih tetap aktif dan berjaga secara sempurna serta
sadar sepenuhnya.
Jhana
hanya mampu menekan atau mengendapkan kekotoran batin untuk sementara waktu. Ia
tidak dapat melenyapkan kekotoran batin. Sewaktu-waktu jhana dapat merosot,
karena jhana tidak kekal.
7.
FAKTOR-FAKTOR JHANA
Di dalam
memasuki jhana-jhana, timbullah faktor-faktor jhana yang memberi corak dan
suasana bagi tiap-tiap jhana itu. Faktor-faktor jhana tersebut ada lima macam,
yaitu :
- Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan permulaan untuk memegang obyek.
- Vicara, ialah gema pikiran, keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan kuat.
- Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
- Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
- Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.
Vitakka
dan vicara adalah dua keadaan dari suatu proses yang berkelanjutan. Kedua
keadaan ini dapat diumpamakan seperti bunyi lonceng. Pada waktu lonceng dipukul
sekali, maka akan terjadi bunyi yang bergema. Bunyi lonceng pada saat terkena
pukulan merupakan vitakka, sedangkan gema dari bunyi lonceng itu merupakan
vicara. Demikian pula ketika bermeditasi. Suasana pikiran pada saat permulaan
memegang obyek disebut vitakka, sedangkan suasana pikiran yang telah berhasil
memegang obyek dengan kuat disebut vicara.
Mengenai
piti, sebenarnya secara terperinci terdapat lima macam. Namun, kiranya di sini
tidak begitu perlu diuraikan.
Antara
piti dan sukha terdapat pula perbedaan perasaan yang khas seperti berikut.
Apabila seseorang yang sedang dalam suatu perjalanan merasa sangat haus, dan
kemudian ia menemukan sebuah sumber air, maka ia akan merasa gembira, senang,
dan tergiur melihatnya. Perasaan ini merupakan piti, karena di sini kegiuran
timbul akibat keterbatasan dari tekanan perasaan. Selanjutnya, setelah ia
meminum air itu, maka perasaan berobah menjadi nikmat dan segar. Perasaan ini
merupakan sukha.
Dalam
ekaggata, pikiran telah terpusat pada obyek dengan kuat, sehingga kekotoran
batin tidak mampu mengganggu lagi.
Vikkhambhana-Pahana
adalah pembasmian nivarana dengan kekuatan jhana, yaitu dengan mengendapkan
kekotoran batin. Selama jhana masih ada, selama itu pula nivarana tidak timbul.
Tetapi, bila jhana merosot, maka nivarana akan timbul lagi.
Jhana
merupakan alat pembasmi nivarana, yaitu vitakka membasmi thina-middha, vicara
membasmi vicikiccha, piti membasmi byapada, sukha membasmi uddhacca-kukkucca,
dan ekaggata membasmi kamachanda.
8.
TINGKAT-TINGKAT JHANA
Menurut
Sutta Pitaka, terdapat delapan tingkat jhana, yaitu empat rupa jhana dan empat
arupa jhana, sedangkan menurut Abhidhamma, terdapat sembilan tingkat jhana,
yaitu lima rupa jhana dan empat arupa jhana. Dalam Abhidhamma, tingkatan rupa
jhana ada lima, karena hal ini disesuaikan menurut keadaan, menurut bagian, dan
jumlah kesadaran yang berada dalam rupavacara-citta, sebab kesadaran dari
manda-puggala (orang yang tidak cerdas) tidak dapat melihat kekotoran dari
vitakka dan vicara kedua-duanya ini sekaligus dalam waktu yang sama, hanya
dapat membuang ‘keadaan batin’ satu persatu, yaitu dutiya-jhana membuang
vitakka, dan tatiya-jhana membuang vicara. Tetapi, tikkha-puggala (orang yang
cerdas) mampu menyelidiki dan melihat kekotoran dari vitakka dan vicara
sekaligus dalam waktu yang sama, dan membuang vitakka dan vicara sekaligus.
Karena itu, dalam Sutta Pitaka, tingkatan rupa jhana ada empat.
Tingkatan
jhana, menurut Abhidhamma, terdiri atas :
- Pathama-Jhana, ialah jhana
tingkat pertama.
Keadaan batinnya terdiri dari lima corak, yaitu vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata. - Dutiya-Jhana, ialah jhana
tingkat kedua.
Keadaan batinnya terdiri dari empat corak, yaitu vicara, piti, sukha, dan ekaggata. - Tatiya-Jhana, ialah jhana
tingkat ketiga.
Keadaan batinnya terdiri dari tiga corak, yaitu, piti, sukha, dan ekaggata. - Catuttha-Jhana, ialah jhana
tingkat keempat.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu sukha dan ekaggata. - Pancama-Jhana, ialah jhana
tingkat kelima.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu upekkha dan ekaggata. - Akasanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi ruangan yang tanpa batas.
- Viññanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tak terbatas.
- Akincaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kekosongan.
- Nevasaññanasaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan.
Tingkatan
jhana, menurut Sutta Pitaka, terdiri atas :
- Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana telah dapat diatasi dengan seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
- Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan vicara mulai lenyap, karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah piti, sukha, dan ekaggata.
- Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai lenyap, karena piti ini masih terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah sukha dan ekaggata.
- Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat, dimana sukha mulai lenyap, karena faktor ini masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada faktor ekaggata dan ditambah dengan upekkha (keseimbangan batin).
- Akasanancayatana-Jhana.
- Viññanancayatana-Jhana.
- Akincaññayatana-Jhana.
- Nevasaññanasaññayatana-Jhana.
Untuk
mencapai pathama-jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah sepuluh asubha dan satu kayagatasati.
Untuk
mencapai dutiya-jhana, tatiya-jhana, dan catuttha-jhana, obyek yang harus
diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah tiga appamañña (metta, karuna,
dan mudita).
Untuk
mencapai pancama-jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah satu upekkha.
Untuk
mencapai empat arupa jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah empat arupa.
Penjelasan
:
Sepuluh kasina dan satu anapanasati dapat dijasikan obyek meditasi oleh semua orang untuk mencapai lima rupa jhana.
Sepuluh kasina dan satu anapanasati dapat dijasikan obyek meditasi oleh semua orang untuk mencapai lima rupa jhana.
9. LIMA
MACAM VASI
Vasi
berarti keahlian atau kemahiran atau kemampuan untuk mengolah jhana.
Jika
seseorang telah mencapai jhana tingkat pertama (pathama-jhana), kemudian ia
ingin mencapai jhana-jhana tingkat selanjutnya, maka ia harus mempunyai lima
macam vasi.
Kelima
macam vasi tersebut ialah :
- Avajjana-vasi, yaitu keahlian dalam pemikiran untuk memasuki jhana menurut kehendaknya.
- Samapajjana-vasi, yaitu keahlian dalam memasuki jhana.
- Adhitthana-vasi, yaitu keahlian dalam menentukan berapa lama hendak berada dalam jhana.
- Vutthana-vasi, yaitu keahlian dalam ‘keluar’ dari jhana.
- Paccavekkhana-vasi, yaitu keahlian dalam meninjauan terhadap jhana.
10. ENAM
MACAM ABHIÑÑA
Abhiñña
berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abhiñña akan timbul dalam diri orang yang telah mencapai jhana-jhana, dimana jhana tingkat keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya abhiñña ini. Namun, hal ini juga tergantung pada kusala-kamma (perbuatan baik) dari kehidupan yang lampau. Mengenai obyek meditasi yang dapat menimbulkan abhiñña ialah hanya sepuluh kasina.
Abhiñña akan timbul dalam diri orang yang telah mencapai jhana-jhana, dimana jhana tingkat keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya abhiñña ini. Namun, hal ini juga tergantung pada kusala-kamma (perbuatan baik) dari kehidupan yang lampau. Mengenai obyek meditasi yang dapat menimbulkan abhiñña ialah hanya sepuluh kasina.
Abhiñña
itu ada enam macam dan dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu abhiñña yang
duniawi atau lokiya dan abhiñña yang di atas duniawi atau lokuttara.
Abhiñña
yang duniawi (lokiya-abhiñña) terdiri atas lima macam, yaitu :
- Iddhividhañana, sering disebut sebagai kekuatan gaib atau kekuatan magis atau kesaktian. Ini terbagi lagi atas beberapa macam, yaitu :
- Adhitthana-iddhi, ialah kemampuan untuk mengubah diri dari satu menjadi banyak atau dari banyak menjadi satu.
- Vikubbana-iddhi, ialah kemampuan untuk berubah bentuk, seperti menjadi anak kecil, raksasa, ular, atau membuat diri menjadi tak tampak.
- Manomaya-iddhi, ialah kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, seperti menciptakan istana, taman, harimau, wanita cantik, dan lain-lain.
- Ñanavipphara-iddhi, ialah kemampuan untuk menembus ajaran melalui pengetahuan.
- Samadhivipphara-iddhi, ialah kemampuan memencarkan melalui konsentrasi, yaitu :
- Kemampuan menembus dinding, pagar, gunung.
- Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air.
- Kemampuan berjalan di atas air bagaikan berjalan di atas tanah yang padat.
- Kemampuan terbang di angkasa seperti burung.
- Kemampuan melawan api.
- Kemampuan menyentuk bulan dan matahari dengan tangannya.
- Kemampuan memanjat puncak dunia sampai ke alam Brahma.
- Dibbasotañana (telinga dewa), ialah kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam lain, yang jauh maupun yang dekat.
- Cetopariyañana atau paracittavijañana, ialah kemampuan untuk membaca pikiran makhluk lain.
- Dibbacakkhuñana atau cutupapatañana (mata dewa), ialah kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-masing.
- Pubbenivasanussatiñana, ialah kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang lampau dari diri sendiri dan orang lain.
Abhiñña
yang di atas duniawi (lokuttara-abhiñña) hanya ada satu macam, yaitu
asavakkhayañana, ialah kemampuan untuk memusnahkan kekotoran batin. Pemusnahan
kekotoran batin ini akan membimbing ke arah kesucian tertinggi atau arahat.
Perlu
diingat bahwa tujuan umat Buddha bukanlah untuk mendapatkan kegaiban dan
mujijat yang aneh-aneh dan luar biasa. Sang Buddha tidak membenarkan
siswa-siswaNya melakukan sesuatu yang ajaib dan mujijat, karena perbuatan
demikian itu tidak akan mempertinggi martabat mereka di mata orang lain.
Lagipula kegaiban itu bukanlah merupakan hal yang penting dalam mencari
kebebasan (Nibbana).
Sumber : Samagghi Phala






0 komentar:
Posting Komentar