1. PENDAHULUAN
Sebagian besar timbulnya berbagai macam perubahan, persoalan, pertikaian,
pemberontakan, peperangan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi
bukanlah terjadi secara kebetulan atau timbul begitu saja tanpa terlebih dahulu
ada penyebabnya. Namun rangkaian timbul, berlangsung dan lenyap merupakan salah
satu bentuk proses dari hukum alam semesta.
Dalam kitab suci Tripitaka banyak dituliskan saat-saat ketika Sang Pertapa
Sidharta Gotama berhasil memahami hukum sebab musabab yang saling bergantungan
(Paticcasamuppada), akhirnya Beliau berhasil mencapai penerangan sempurna
(Samma-Sambuddha). Akan tetapi hal yang terpenting adalah proses pemahaman
“hukum” itu sendiri yang terjadi sesaat sebelum pencapaian penerangan sempurna.
Para Buddha telah mencapai penerangan sempurna mereka melalui proses ini.
2. PENGERTIAN PATICCASAMUPPADA
Kata “Paticcasamuppada” mempunyai arti:
Paticca
: Tinggal/menempati
Sam
: Siap
Uppada
: Timbul
Samuppada :
Siap timbul/muncul bersamaan
Paticcasamuppada berarti “keadaan yang menempati siap untuk timbul/muncul
bersamaan karena syarat-syarat berantai”. Atau sering diterjemahkan “Hukum
sebab musabab yang saling bergantungan” (Dependent compraduction; dependent
oregination). Segala sesuatu di dalam kehidupan tidak ada yang timbul, terjadi
atau lenyap secara tiba-tiba (spontan), tanpa didahului sesuatu sebab dan
akibat, tetapi semuanya saling bergantungan. Baik dalam bentuk benda, kejadian,
perbuatan, pikiran dan lain-lainnya.
3. DASAR-DASAR PATICCASAMUPPADA
Sang Buddha Gotama menerangkan hukum ini dalam suatu rangkaian yang terdiri
atas dua belas mata rantai, yaitu kondisi-kondisi dan sebab musabab yang saling
bergantungan dari penderitaan manusia serta pengakhirannya. Rumusan keseluruhan
hukum ini telah diringkaskan sebagai berikut:
“Imasming sati idam hoti, imasuppada idam uppajjati.
Imasmim asati idam na hoti, imassanirodha imam nurujjhati.
“Dengan adanya ini, adalah itu; dengan timbulnya ini, timbullah itu.
Dengan tidak adanya ini, tidak adanya itu; dengan lenyapnya ini, lenyaplah
itu.”
Contoh: bila digoreskan sebatang korek api, timbullah api dan bersamaan api
itu muncul juga:
- Hawa panas
- Cahaya terang
- Asap api
Dengan memahami seluruh fenomena seluruh kehidupan ini, agama Buddha
memandangnya sebagai suatu lingkaran dari kehidupan, yang tidak dapat diketahui
permulaan dan akhirnya. Dengan dmeikian masalah “sebab pertama” (kausa prima)
bukan menjadi masalah dalam filsafat agama Buddha.
“Tidak dapat dipikirkan akhir roda tumimbal lahir, tidak dapat dipikirkan
lagi asal mula makhluk-makhluk yang karena diliputi ketidaktahuan dan
terbelenggu oleh keinginan rendah (Tanha) mengembara ke sana ke mari.” (Samyutta
Nikaya, II:178-193).
Sehubungan dengan masalah asal mula dan sebab pertama (kausa prima) ini,
Sang Buddha Gotama mengajarkan bahwa; asal mula alam semesta tidak dapat
dipikirkan. Alam semesta ini bergerak menurut proses pembentukan (Samvattana)
dan penghancuran (Vivattana) yang berlangsung terus menerus.
Di pihak lain dalam Paticcasamuppada itu diperlihatkan pula berhentinya
segala rangkaian peristiwa fenomena kehidupan itu dengan berhentinya
syarat-syarat yang mendahuluinya. Berhentinya rangakaian peristiwa fenomena
kehidupan itu dapat dicapai oleh mereka yang telah memiliki pandangan terang
(kebijaksanaan sempurna).
Paticcasamuppada ini adalah untuk memperlihatkan kebenaran dari keadaan
yang sebenarnya, dimana tidak ada sesuatu itu timbul tanpa sebab. Bila kita
mempelajari hukum Paticcasamuppada ini dnegan sungguh-sungguh, kita akan
terbebas dari pandangan salah dan dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan
sewajarnya.
4. RUMUSAN PATICCASAMUPPADA
Paticcasamuppada terbagi menjadi 7 (tujuh) bagian:
a) Tayo-addha
: 3 masa
b) Dvadasangani : 12
faktor
c) Visatakara
: 20 cara
d) Tisandhi
: 3 hubungan
e) Catusankhepa :
4 bagian
f) Tini-vattani
: 3 lingkaran
g) Dve-mulani
: 2 akar
PENJELASAN
- PATICCASAMUPPADA BAGIAN PERTAMA TAYO-ADDHA ATAU 3 MASA:
Addha merupakan waktu yang lama dan tidak ada berakhir dari
Paticcasamuppada yang terbagi menjadi 3 masa:
1) Atita-addha atau Atita-kala dimaksudkan waktu yang telah
lalu, termasuk pula waktu dalam kehidupan yang lampau dan waktu dalam kehidupan
sekarang ini. Atita-addha dari Paticcasamuppada adalah Avijja dan Sankhara.
Semua makhluk (terkecuali Arahat) memiliki moha yang diam dalam dirinya. Dengan
kekuatan moha dapat menutup segalanya sehingga tidak dapat melihat akibat dari
perbuatan jahat dan tidak dapat melihat dukkha-vatta (lingkaran derita) dalam
perbuatan baik yang masih akan berputar dalam lingkaran tumimbal-lahir, yang
disebut kusala-vatta yaitu Lokiya-kusala. Moha disini adalah Avijja itu
sendiri. Berbuat baik atau jahat, tentunya disertai cetana (kehendak) yaitu
kehendak yang menimbulkan kemantapan hati untuk berbuat yang disebut
pubba-cetana. Pubba-cettana ini adalah sankhara yang merupakan bantuan untuk
kemantapan hati dalam berbuat kebajikan dan kejahatan. Dengan sebab yang telah
diterangkan ini maka Avijja dan sankhara menjadi Atita-addha.
2) Paccuppanna-addha atau paccuppanna kala dimaksudkan waktu
yang sekarang, yang saat ini, yang sedang ada sekarang ini. Paccuppanna addha
dari Paticcasamuppada di bagian tengah yaitu vinna, nama-rupa, salayatana,
phassa, vedana, tanha, upadana dan ada sankhara yaitu cetana (kehendak) yang
menimbulkan kemantapan hati untuk berbuat baik atau berbuat jahat, perbuatan
itu dapat terjadi disebabkan adanya vinna, nama-rupa, salayatana, phassa,
vedana, tanha, upadana dan bhava 8 faktor ini. Bila tidak ada 8 faktor ini,
segala macam perbuatan tidak dapat timbul. Dengan adanya 8 faktor ini yang
sedang ada dalam saat ini maka dapat melakukan sesuatu, maka itu 8 faktor ini
menjadi paccuppanna –addha.
3) Anagata-addha atau anagata-kala dimaksudkan waktu yang
akan datang. Anagata –addha dari Paticcasamuppada adalah Jati dan Jara-marana.
Bila telah melakukan sesuatu, baik yang merupakan kusala karma atau akusala
karma disebut Kamma Bhava, yang akan menimbulkan hasil/akibat pada keadaan yang
akan datang. Misalnya bila meninggal dunia dari kehidupan sekarang ini akan
bertumimbal lahir dalam kehidupan yang baru. Bila melakukan kejahatan akan
bertumimbal lahir di alam apaya-bhumi. Bila memiliki perbuatan yang baik selalu
akan bertumimbal lahir menjadi manusia, dewa, brahma sesuai dengan kusala-karma
yang dimiliki yang disebut Jati atau Upatti Bhava. Atau dengan kata lain bila
telah berbuat karma bhava tentunya akan memperoleh Uppati Bhava yaitu jati.
Bila ada Jati tentunya ada Jara-Marana yang merupakan faktor yang tetap, maka
itu disebut jati-marana menjadi Anagata-addha. Addha 3 ini, bila digabung dalam
Paticcasamuppada 12 faktor, dharma 12 faktor ini disebut Dvasangani.
- PATICCASAMUPPADA BAGIAN KEDUA: DVASANGANI ATAU 12 FAKTOR
Dvasangani adalah 12 faktor, dari Avijja sampai Jaramarana yang akan
menyebabkan timbulnya Patisandhi Vinnana.
Yang akan menjadi sebab utama adalah adanya Avijja (kebodohan batin) yang
akan bergabung dengan Sankhara , dan seterusnya sampai 12 Niddana.
1) Faktor Pertama
:Avijja
Dengan adanya Avijja timbullah Sankhara atau lebih dikenal dengan sebutan
Avijja Paccaya Sankhara. Ini dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a) Anana Lakhana: tidak berpengetahuan tentang Panna sebagai
sifatnya.
b) Sammohana Rasa: keadaan orang dalam kebodohan (moha)
sebagai pengendali pikirannya.
c) Chadana Paccupatthana: keadaan sembunyi obyek sebagai
hasil.
d) Asava Paddatthana: asava adalah sebab yang terdekat
Sankhara yang telah menjadi akibat adanya Avijja ini dibagi menjadi tiga
bagian:
a) Apunnabhisankhara:kehendak yang jahat. Yang menjadi sebab
adanya cetana dari kekuatan Moha dan nantinya akan terlahirkan kembali dalam
Apaya-Bhumi.
b) Punnabhisankara: kehendak yang baik. Yang menjadi sebab
adanya cetana yang terbebas dari Moha dan nantinya akan terlahirkan di alam
Kamasugati-Bhumi.
c) Anenjabhisankhara: kehendak yang tidak tergoyahkan.
Sebagai akibat dari pikiran samadhi beserta hasilnya yaitu arupa jhana dan
nantinya sebagai hasilnya akan dilahirkan dalam Arupa –Bhumi.
Sankhara sebagai hasil dari Avijja juga ada tiga bagian lain yaitu:
a) Kaya Sankahra: kehendak yang terbentuk dari kayaduccarita
(kejahatan badan jasmani) dan kayasuccarita (kebaikan dari badan jasmani).
b) Vaci Sankhara: kehendak yang terbentuk dari vaciduccarita
(kejahatan dari perkataan) dan vacisuccarita (kebajikan dari perkataan).
c) Citta Sankhara: kehendak yang terbentuk dari
manoduccarita (kejahatan dari pikiran) dan Manosuccaritta (kebajikan dari
pikiran).
Dalam Sutta Pitaka diterangkan, sankhara 3 adalah:
a) Kaya-Sankhara: pembentukan badan jasmani, yaitu assasa,
passasa (keluar dan masuknya nafas).
b) Vaci- Sankhara: pembentukan kata-kata yaitu Vitaka dan
Vicara (pikiran dan perenungan).
c) Citta-Sankhara: pembentukan pikiran, yaitu sanna dan
vedana (pencerapan dan perasaan).
Kesimpulannya adalah Avijja adalah sebagai sebab yang terbentuk dari moha
dan menjadi akibat sankhara dan seterusnya.
2) Faktor Kedua:
Sankhara
Dengan adanya sankhara (bentuk-bentuk karma), maka muncullah vinnana
(kesadaran) atau sankhara paccaya vinnana. Sankhara yang menjadi sebab dan
vinnana menjadi akibat.
Sankhara yang menjadi sebab menimbulkan vinnana itu, mempunyai
LAKKANADICATUKKA (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Abhisankharana Lakkhana: mempunyai kehendak seperti
sifatnya.
b) Ayuhana rasa: berusaha menimbulkan patisandhi –vinnana
atau berusaha menimbulkan hasil yaitu rupakhanda dan namakhanda sebagai
pekerjaan.
c) Cetana paccupatthana : berniat menimbulkan hingga selesai
sebagai hasil
d) Avijja padatthana: mempunyai avijja sebagai sebab yang
terdekat.
3) Faktor Ketiga :
Vinnana
Dengan adanya Vinnana (kesadaran), maka muncullah nama-rupa (batin-jasmani)
atau Vinnana paccaya nama-rupa. Vinna sebagai sebab dan nama-rupa sebagai
akibat.
Vinnana yang menjadi sebab menimbulkan nama-rupa itu, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Vijanana Lakkhana: mengetahui obyek sebagai sifatnya
b) Pubbangama Rasa: menjadi pemimpin dari cetasika dan
kammaja rupa sebagai pekerjaan.
c) Patisandhi Paccupatthana : mempunyai hubungan antara
kehidupan yang lalu dengan kehidupan yang sekarang sebagai hasil.
d) Sankhara Padatthana: ada sankhara 3 sebagai sebab akibat.
4) Faktor Keempat:
Nama-rupa
Dengan adanya nama-rupa (batin-jasmani), maka muncullah salayatana (6
indera bagian badan) atau nama-rupa paccaya salayatana. Nama-rupa sebagai sebab
dan salayatana sebagai akibat.
Nama mempunyai Lakkhanadicatukkha (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Namana Lakkhana: mempunyai ketundukkan obyek sebagai
sifatnya.
b) Sampayoga Rasa: bersekutu dengan vinnana dan timbul
bersama sebagai pekerjaan.
c) Avinibhoga Paccupatthana:tidak dapat berpisah dengan
citta sebagai hasil.
d) Vinnana Padatthana: ada vinnana sebagai sebab yang
terdekat.
Rupa mempunyai lakkhanadicatukkha (4macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Ruppana Lakkhana: ada pencairan dan kepadaman sebagai
sifatnya.
b) Vikirana Rasa: ada pemisahan keluar dari citta sebagai
pekerjaan.
c) Abhyakata Paccupatthana: ada keadaan netral, yaitu tidak
tahu obyek sebagai hasil.
d) Vinnana padatthana: ada vinnana sebagai sebab yang
terdekat.
5) Faktor Kelima
:Salayatana
Dengan salayatana (6 indera bagian dalam), maka muncullah phassa
(kesan-kesan) atau salayatana paccaya phassa. Salayatana sebagai sebab dan
phassa sebagai akibat.
Salayatana yang menjadi sebab menimbulkan phassa itu, mempunyai
lakkhanacicatukkha (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Ayatana Lakkhana: ada persentuhan atau ada menimbulkan
lingkarang tumimbal lahir yang tidak berakhir sebagai sifatnya.
b) Dassana Rasa: memegang obyek dengan erat sebagai
pekerjaan.
c) Vatthuttarabhava paccupatthana: mempunyai vatthu yang
menjadi dvara dari vinnana-dhatu sesuai obyek sebagai hasil.
d) Nama-rupa Padatthana: ada cetasika dan kammajarupa
sebagai sebab yang terdekat.
Dalam perjalanan ini, salayatana yang menjadi sebab menimbulkan phassa
adalah ajjhattikayatana (ayatana bagian dalam 6).
Phassa yang menjadi paccayupanna – dharma dari salayatana adalah passa 6
yaitu:
a) Cakkhusamphassa dapat timbul karena ada cakhhavayatana
menjadi sebab
b) Sotasamphassa dapat timbul karena ada sotayatana menjadi
sebab
c) Ghanasaphassa dapat timbul karena adanya ghanayatana
menjadi sebab
d) Jivhasamphassa dapat timbul karena adanya
jivhayatana menjadi sebab.
e) Kayasamphassa dapat timbul karena ada kayatana menjadi
sebab
f) Manosamphassa dapat timbul karena ada manayatana menjadi
sebab
6) Faktor Keenam
:Phassa
Dengan adanya phassa (kesan-kesan), maka muncullah vedana (perasaan) atau
phassa paccaya vedana. Phassa disebut sebab dan vedana sebagai akibat.
Phassa yang menjadi sebab menimbulkan vedana itu, mempunyai
Lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Phussana Lakkhana : ada kesan terhadap obyek sebagai
sifatnya
b) Sanghattana Rasa: ada kerjasama antara citta dengan
arammana sebagai perkerjaan
c) Sangati Paccupatthana: ada hubungan dekat antara vatthu,
arammana dan vinnana sebagai hasil.
d) Salayatana Padatthana: ada ajatthikayatana 6 sebagai
sebab terdekat.
Bila menurut dvara ada 6, yaitu vedana yang timbul melalui cakkhu, sota,
ghana, jivha, kaya dan mano.
Vedana yang timbul melalui cakkhu disebut cakkhusamphassajavedana, demikian
pula seterusnya sesuai dengan urutan dan namanya.
7) Faktor ketujuh:
Vedana
Dengan adanya vedana (perasaan), maka muncullah tanha (keinginan rendah)
atau vedana paccaya tanha. Vedana sebagai sebab dan tanha menjadi akibatnya.
Vedana yang menjadi sebab tanha itu mempunyai lakkhanacatuka (4 macam
pembawaan) sebagai berikut:
a) Anubhavana lakkhana : ada pencerapan terhadap obyek
sebagai sifatnya
b) Visayarasasambhoga rasa: ada cerapan rasa sebagai
pekerjaan
c) Sukhadukkha paccupatthana: ada perasaan derita dan senang
sebagai hasil
d) Phassa padatthana : ada phassa sebagai sebab terdekat.
8) Faktor
kedelapan: tanha
Dengan adanya tanha (keinginan rendah), maka munculla Upadana (kemelekatan)
atau tanha paccaya upadana. Tanha sebagai sebab dan upadana sebagai akibat.
Tanha yang menjadi sebab menimbulkan upadana itu mempunyai lakkhanacatukka
(4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Hetu lakkhana: menjadi sebab menimbulkan derita sebagai
sifatnya.
b) Abhinandana rasa: mempunyai kesenangan dan kemelakatan
terhadap arammana, bhumi, dan bhava sebagai pekerjaan.
c) Atittabhana paccupatthana: mempunyai ketidakpuasan
terhadap segala obyek sebagai hasil.
d) Vedana padatthana: ada vedana sebagai sebab yang terdekat
Tanha dengan obyek kesenangan dan kemelekatan terbagi menjadi enam :
· Rupa tanha;
keinginan akan bentuk
· Sadda tanha:
keinginan akan suara
· Gandha tanha:
keinginan akan bau
· Rasa tanha:
keinginan akan rasa
· Photthannha
tanha: keinginan akan sentuhan
· Dhamma tanha:
keinginan akan kesan-kesan pikiran.
Tanha yang sedang berlangsung ada tiga macam:
a) Kamma tanha:
keinginan nafsu indera, keinginan akan kesenangan-kesenangan indera.
b) Bhava tanha:
keinginan untuk penjadian/ menjelma berdasarkan kepercayaan tentang adanya
“diri” yang kekal dan terpisah.
c) Vibhava tanha:
keinginan untuk memusnahkan diri berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati
itu tamatlah riwayat manusia.
9) Faktor
kesembilan: upadana
Dengan adanya Upadana (kemelekatan), maka muncullah Bhava (penjelmaan) atau
Upadana Paccaya Bhava, upadana sebagai sebab dan bhava sebagai akibat.
Upadana yang menjadi sebab menimbulkan bhava itu mempunyai
lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Gahana lakkhana: mempunyai kemelekatan sebagai sifat
b) Amunca rasa: tidak melepaskan sebagai pekerjaan
c) Tanhadalhatta ditthi paccupatthana: ada tanha yang
mempunyai tenaga yang mantap dan mempunyai pandangan salah sebagai hasil.
d) Tanha padatthana: ada tanha sebagai sebab terdekat
10) Faktor kesepuluh :bhava
Dengan adanya Bhava (penjadian), maka muncullah Jati (tumimbal lahir) atau
bhava paccaya jati. Bhava sebagai sebab dan jati sebagai akibat.
Bhava yang menjadi sebab menimbulkan kati itu mempunyai lakkhana catukka (4
macam pembawaan) sebagai berikut:
Bagian kamma-bhava:
a) Kamma lakkhana : ada perbuatan sebagai sifatnya
b) Bhavana rasa: ada perbuatan yang menimbulkan sebagai
pekerjaan
c) Kusala-akusala paccupatthana : ada kusala dan akusala
sebagai hasil.
d) Upadana padatthana: ada upadana sebagai sebab yang
terdekat.
Bagian uppatti bhava:
a) Kammaphala lakkhana: ada akibat dari perbuatan sebagai
sifatnya.
b) Bhavana rasa: ada menimbulkan sebagai pekerjaan
c) Abyakata paccutthana : ada abyakata Dhamma sebagai hasil.
d) Upadana padatthana: ada upadana sebagai sebab yang
terdekat.
11) FAKTOR KESEBELAS: JATI
Dengan adanya jati (tumimbal lahir), maka muncullah jara-marana (ketuaan
dan kematian) atau jati paccaya janamarana. Jati sebagai sebab dan jara marana
sebagai akibat.
Jati yang menjadi sebab menimbulkan jara-marana itu mempunyai
lakkhanacatukka (4 macam pembawaan) sebagai berikut:
a) Tattha tattha bhave pathamabhinibbatti lakkhana: ada
timbul yang pertama dalam kehidupan itu sebagai sifat.
b) Niyyatana rasa: ada penerusan dari khanda 5 dan mempunyai
batas dalam suatu kehidupan dari makhluk-makhluk sebagai pekerjaan.
c) Atittabhavato idha unmajjana paccupatthana : ada
kebangkitan dalam kehidupan ini dari kehidupan yang lampau.
d) Upacita namarupa padatthana: ada nama rupa yang timbul
pertama sebagai sebab terdekat.
12) faktor keduabelas :jara-marana
Jara marana yang menjadi faktor keduabelas ini, tidak dapat menjadi sebab
menimbulkan paccayapanna-dharma.
Jara marana ini mempunyai lakkhanadicatukka (4 macam pembawaan) sebagai
berikut:
a) Khandhaparipaka lakkhana: ada kekuatan dan kelapukan dari
khandha yang muncul dalam kehidupan ini sebagai sifat.
b) Maranupanayana rasa: ada menuju mendekati kematian
sebagai pekerjaan.
c) Yobbannavinasa paccupatthana : ada kemusnahan sebagai
hasil
d) Paripaccamana rupa padatthana: ada materi sedang
menjalani ketuaan/kelapukan sebagai sebab terdekat.
Makna tiap-tiap Nidana/penjelasan Nidana:
I.
Nidana
kehidupan yang lalu yang mempengaruhi kehidupan yang sekarang adalah:
1. Avijja adalah kegelapan batin, tidak dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang tidak baik. Karena tidak menembus empat
kesunyataan mulia oleh karena itu orang berpegang pada kepercayaan tentang
adanya “diri/atta” yang kekal dan terpisah. Oleh karena itu orang melakukan
macam-macam perbuatan yang menimbulkan bentuk-bentuk karma yang baik dan tidak
baik, sehingga bertumimbal lahir terus menerus.
2. Sankhara adalah bentuk-bentuk karma yang baik dan tidak
baik, akibat dari avijja. Kehendak (cetana) yang tercetus dalam perbuatan
dengan badan, ucapan, dan pikiran.
II.
Bagian (IIa)
Nidana kehidupan yang lalu yang membuat nidana kehidupan sekarang:
3. Vinnana adalah kesadaran, permulaan dari kehidupan dalam
bentuk buah/akibat (vipaka) bentuk-bentuk kamma yang baik maupun yang tidak
baik, yaitu kesadaran yang menyambung kehidupan kembali.
4. Nama-rupa adalah batin dan jasmani. Dengan batin (nama)
disini dimaksud tiga khandha perasaan (vedana), pencerapan (sanna) dan
formasi-formasi mental/pikiran (sankhara) karena vinnana merupakan dasar syarat
pertumbuhan bagi nama-rupa. Tetapi jika tidak berhubungan dengan
Paticcasamuppada dengan nama selalu dimaksud empat khandhika: vedana, sanna,
sankhara dan vinnana, dan kelima khandha.
5. Salayatana adalah enam landasan indriya. Penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, perasaan dan kesan-kesan batin (manayatana).
Enam landasan indriya ini muncul berbarengan dan bersamaan nama rupa. Enam
landasan indriya ini merupakan akibat (vipaka) kamma dalam kehidupan-kehidupan
lampau.
6. Passa adalah hubungan antara enam landasan indriya dengan
suatu obyek/kesan-kesan.
7. Vedana adalah perasaan, yang muncul dari kesan-kesan
mati, kesan lidah, kesan telinga, kesan hidung, kesan sentuhan, dan kesan-kesan
batin yang berhubungan dengan suatu obyek.
Bagian (IIb) Nidana kehidupan sekarang yang mempengaruhi kehidupan yang
akan datang :
11. Tanha adalah kehausan yang tiada habis-habisnya, mencari
kepuasan di sana-sini. Kehausan ini terdiri dari:
a) Kamatanha yaitu kehausan akan kesenangan indriya
b) Bhavatanha yaitu kehausan akan penjelmaan
c) Vibhavatanha yaitu kehausan akan pemusnahan diri
12. Upadana adalah kemelekatan/ikatan, terdiri dari 4 jenis :
a) Kamupadana Yaitu Kemelekatan Pada Kesenangan Indriya:
Bentuk-Bentuk, suara, wangi-wangian, rasa, sentuhan, bentuk-bentuk pikiran.
b) Silabatupadana yaitu kemelekatan pada kepercayaan tahayul
bahwa upacara keagamaan dapat membebaskan diri dari penderitaan.
c) Attavadupadana yaitu kemelekatan akan kepercayaan adanya
roh yang kekal dan terpisah.
d) Ditthupana yaitu kemelekatan pada pandangan salah,
umpamanya: memberi sedekah tidak mendapat pahala apa-apa dan menghormati orang
tua tidak berpahal apa-apa.
13. bhava yaitu arus penjelmaan, yang merupakan proses
rangkap, yaitu:
a) Proses kamma (kammabhava) ialah munculnya bentuk-bentuk
kamma yang menyebabkan tumimbal lahir.
b) Proses tumimbal lahir (upapattibhava) yaitu buah-buah
kamma (vipaka). Proses penjelmaan menentukan penitisan di alam-alam keinginan
(alam manusia, alam-alam surga rendah dan alam-alam menyedihkan) serta
alam-alam luhur sesuai dengan kammanya masing-masing. Bhava membentuk
syarat-syarat pertumbuhan bagi kelahiran.
III.
Nidana
kehidupan yang akan datang, disebabkan Nidana yang sekarang:
11. jati yaitu kelahiran, penitisan baru (tumimbal lahir)
sebagai akibat dari arus karma dan arus penjelmaan.
12. jara-marana yaitu jara = lapuk, umur tua; marana = mati.
Jara-marana ialah mata rantai derita; susah hati, merintih;sakit
kesedihan;putus asa; mati dan lain-lain.
RUMUSAN PATICCASAMUPPADA
Rumusan Paticcasamuppada ialah memperlihatkan adanya;
- punnabhava yaitu tumimbal lahir
- peranan hukum karma, yaitu: kedudukan lampau yang mempengaruhi, kehidupan sekarang yang sebaliknya mempengaruhi, dan kehidupan mendatang.
Dalam kitab Visudhi Magga XVII;579 berbunyi sebagai berikut:
“Tiga lipat terjalin oleh sebab akibat. Terdiri dari empat tahap dan dua
puluh jari roda tumimbal lahir, melalui tiga babak penjelmaan, roda rumimbal
lahir berputar tak putus-putusnya.”
Dalam kitab suci Visudhi magga XVII:581 berbunyi sebagai
berikut:
“Selama babak roda (kilesa vatta) tidak dimusnahkan, semua syarat tidak
akan musnah dan akan terus berlaku. Melalui tiga babak roda tumimbal lahir
berputar tak putus-putusnya.”
Catatan:
Lima sebab yang lampau (Atita Hetu) = tahap I
Lima akibat yang kini dialami (vattamana phala) = tahap
IIa
Lima sebab kehidupan yang sekarang (anagata phala) =
tahap III
Tahap dan IIb adalah kesunyataan asal mulanya dukkha
(kesunyataan tahap II)
Tahap IIa dan III adalah kesunyataan tentang dukkha
(kesunyataan pertama).
Tiga lipat = I+ (IIa +IIb) +III
Empat tahap = I + IIa +IIb = III
Dua puluh jari-jari tumimbal lahir (bhava cakka):
I = kammabhava = proses kamma = 1,2,8,9,10 = IIb = 10
IIb=Uppatibhava = proses tumimbal lahir = 3,4,5,6,7 = III
= 10
Tahap I = tahap IIb yang dipersingkat
Tahap IIa = tahap III secara terperinci
c. PATICCASAMUPPADA BAGIAN KETIGA: 20 CARA
Ada gatha yang berbunyi sebagai berikut:
Atite hetavo panca, idani phalapancakam idani hetavo panca ayatim
phalapancakam
Artinya: 20 cara dari Paticcasamuppada adalah atita hetu 5,
paccupanna-phala 5, paccupanna hetu 5 dan anagatha phala 5.
Yang dimaksudkan 20 cara adalah keadaan penerusan dari Paticcasamuppada itu
sendiri. Bila dibagi menurut hetu dan phala dari kala 3 (atita, paccupanna, dan
anagatha), maka terdapat empat kelompok dans etiap kelompok ada 5, jumlah 20
cara yaitu:
1. Atita hetu 5 adalah avijja, sankhara, tanha, upadana, dam
paccupanna phala 5.
2. Paccupanna phala 5 adalah vinnana, nama-rupa, salayatana,
phassa dan vedana.
3. Paccuppana hetu 5 adalah tanha, upadana, bhava, avijja
dan sankhara. Dhamma lima faktor ini menjadi sebab menimbulkan anagatha phala
5.
4. Anagatha phala 5 adalah vinnana, nama-rupa, salayatana,
phassa dan vedana.
Keadaan yang berlangsung terus yang telah berlalu disebut atita hetu, ada 5
faktor dhamma yaitu avijja,sa nkhara, tanha, upadana, dan bhava adalah kamma
bhava.
Dihitung tanha, upadana, bhava, bergabung dengan avijja dan sankhara itu,
disebabkan 5 faktor dhamma ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Bila ada avijja dan sankhara timbul maka tanha upadana dan kamma bhava juga
timbul bergabung. Bila ada tanha, upadana dan kamma bhava timbul, pada saat itu
avijja dan sankhara juga timbul dan bergabung selalu. Sebab dalam keadaan yang
lalu (atita), ada avijja melakukan karma yang menimbulkan sebab untuk menerima
hasil (phala) dalam keadaan sekarang (paccupanna).
Phala (hasil) yang diterima sekarnag (paccupanna) ini adalah vinnana,
nama-rupa, salayatana, phassa, dan vedana.
Tidak dihitung jati, jara dan marana masuk bergabung disebabkan jati, jara
dan marana merupakan gejala dari vinnana dan nama-rupa itu sendiri.
Vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana adalah hasil (phala)
dalam keadaan sekarang ini yang merupakan gejala untuk menimbulkan tanha,
upadana, kammabhava, avijja, dan sankhara. Sebab bila ditingkatkan melalui
kamma, disebut tanha, upadana, kammabhava, avijja, dan sankhara jumlah 5 faktor
Dhamma ini menjadi paccupanna hetu. Bila menimbulkan paccupanna hetu sudah
pasti akan menerima hasil dalam keadaan yang akan datang (anagatha). Hasil yang
akan diterima pada keadaan yang akan datang disebut anagatha-phala. Bila
mengetahui paccupanna phala dan berusaha melenyapkan sebab yang sekarang ini
sampai ke akarnya, phala yang datang tidak akan muncul. Bila demikian disebut
lenyapnya sebab maka terbebas dari VISATAKARA (20 cara) dalam
Paticcasamuppada-Dhamma.
d. TISANDHI ADA 3 HUBUNGAN, yaitu sankhara dan vinnana
menjadi satu hubungan, vedana dan tanha menjadi satu hubungan, vedana dan tanha
menjadi satu hubungan, bhava dengan jati menjadi satu hubungan.
e. CATUSANKHEPA ADA 4 BAGIAN:
1. Avijja dan sankhara jumlah 2 ini menjadi 1 bagian
2. Vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, dan vedana jumlah
5 faktor ini menjadi 1 bagian.
3. Tanha, upadana, dan bhava jumlah 3 faktor menjadi 1
bagian.
4. Jati dan jara-marana jumlah 2 faktor menjadi 1 bagian.
f. PATICCASAMUPPADA BAGIAN KEENAM : TINIVATTANI ATAU 3
LINGKARAN.
Ada gatha yang berbunyi sebagai berikut:
Kammabhavo tusankhara kammavattanti dassita uppatti
pavasesa vipakavatta sannita avijjapana tanha ca dvemulaniti jayare.
ARTINYA:
Kamma-bhava dan sankhara menjadi kamma-vatta, sedangkan uppati-bhava dan
lain-lainnya menjadi vipaka-vatta. Bagian avijja dan tanha menjadi dvemulani (2
akar).
Vatta berarti lingkaran, yaitu lingkaran dalam Paticcasamuppada ini diatur
menajdi 3 lingkaran (Vatta 3) adalah:
1. Kilesa –vatta adalah lingkaran dalam kekotoran, yaitu
avijja, tanha, dan upadana. Bila kilesa timbul menjadi sebab melakukan kamma.
2. Kamma-vatta adalah lingkaran dalam perbuatan dari kilesa,
yaitu kamma-bhava dan sankhara. Di sini dimaksudkan adalah cetana, karena
cetanalah yang menimbulkan karma, sebab untuk menimbulkan hasil, yaitu hasil
dari kamma yang telah dilakukan.
3. Vipaka-vatta adalah lingkaran dalam hasil dari karma,
yaitu vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, vedana, uppati-bhava, jati dan
jara-marana yang merupakan gejala untuk menimbulkan kilesa selanjutnya.
Lingkaran seperti ini tidak akan berakhir bila “akarnya”tidak dipotong.
g. PATICCASAMUPPADA BAGIAN KETUJUH : DVEMULANI ATAU 2 AKAR
Mula berarti akar dari Vatta yang membuat lingkaran dukkha-vatta, yaitu
bhava 3 (kamma-bhava, rupa-bhava, dan arupa-bhava) yang tidak ada berakhir.
Mula 2 adalah avijja dan tanha
Avijja berarti : kebodohan batin yang merupakan atita-mula yang menjadi
akan menimbulkan sankhara, vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa sampai dengan
vedana.
Tanha berarti : keinginan rendah yang merupakan Paccupanna-mula yang menjadi
akar menimbulkan Upadana, kamma-bhava, jati sampai dengan Jara marana.






0 komentar:
Posting Komentar